Cerita Dewasa | Bersabar Untuk Mendapatkan Bawahanku
Cerita Dewasa | Bersabar Untuk Mendapatkan Bawahanku - Di usiaku yang ke-27, sebenarnya aku cukup bahagia dengan perkawinanku. Apalagi dengan hadirnya seorang putra yang tampan dari rahim istriku. Kehidupan seksku juga normal, 3-4 kali seminggu. Materi pun cukup, meskipun tidak berlebih. Tapi entahlah, keinginanku untuk merasakan nikmatnya bermain seks dengan wanita lain tidak pernah pudar. Bukan hanya aku saja, hampir semua temanku yang berjenis kelamin lelaki juga melakukannya, mungkin sudah kodratnya kali ya..? Hanya saja aku tidak berani main di lokalisasi (wanita jalanan), karena takut tertular AIDS.
Paling sering aku main dengan rekan bisnisku, apa lagi kalau statusnya janda. Wah pasti deh aku kejar terus. Nah, kali ini aku mau bagi pengalamanku berselingkuh yang pertama kali dengan seorang gadis yang bukan perawan, mantan bawahanku. Namanya Santi, tubuhnya proporsional, tinggi sekitar 160 cm. Langsing, dengan kulit putih bersih kontras dengan bulu-bulu hitam yang menghiasinya dan buah dadanya, wah.. pasti membuat jakun lelaki naik turun jika memandangnya, 36-C ukurannya.
Sebagai bawahanku langsung, mau tidak mau aku jadi sering berhubungan dengannya. Rok span yangdipakainya menunjukkan pahanya yang putih mulus. Apa lagi tonjolan buah dadanya sering membuat aku tidak berkonsentrasi untuk bekerja. Pikiranku dipenuhi dengan khayalan-khayalan indah. Bagaimana jika Santi telanjang di hadapanku..? Bagaimana jika aku melumat buah dadanya..?Bagaimana menjilati klitorisnya..? Dan seribu 'andai' lainnya.
Meskipun kelihatannya jinak, tapi Santi sulit sekali ditaklukkan. Teman-teman kantorku banyak juga yang cerita bahwa mereka tidak berhasil membawa Santi ke ranjang Hotel. Paling top hanya makan malam saja. Termasuk aku pun baru bisa mengajak Santi makan malam. Itu pun sepertinya dia basa-basi saja, mungkin karena aku atasannya, jadi dia agak senggan menolak. Tapi aku punya cara pendekatan yang sabar. Aku menganggapnya sebagai pacar, perhatian dan kasih sayang aku berikan padanya sebagaimana layaknya orang pacaran. Meskipun dia mengetahui bahwa aku sudah beristri, tapi dengan kegigihan dan kesabaranku, akhirnya dia luluh juga, ternyata dia sedikit trauma karena ditinggal pergi oleh kekasihnya setelah berhasil mengambilkegadisannya. Makanya dia menganggap semua lelaki hanya perlu nafsu dan seks.
Saat bergaul denganku, menerima perhatian dan sikapku yang menghargai dia dan tidak pernah kurang ajar, pikirannya jadi agak terbuka. Kian hari aku semakin akrab dengan Santi, bahkan diluar kantor dia memanggilku kakak, karena selisih usia kami juga tidak jauh berbeda dan memang aku berhasil mendapatkan perasaannya. Dia sudah mau kuajak menonton, bahkan dia mengakui bahwa dia membutuhkan diriku dan tidak mau berpisah dariku.
Di dalam gedung bioskop yang remang-remang, dia menangis di dadaku. Aku mengusap rambutnya yanglebat, perlahan kukecup keningnya, dan terus matanya. Santi terpejam menikmati kecupanku dan bibir sensualnya terbuka, mengundangku untuk melumatnya. Dengan penuh gairah, kulumat perlahan bibirnya. Lidahku menerobos menelusuri rongga mulutnya yang harum.
"Kak..? Kenapa..?" Santi bertanya saat aku melepaskan pagutan bibirku.
Kupandangi bola matanya yang indah, "Aku sayang Kamu, Santi."
Santi memelukku tambah erat. Dan sampai film habis, Santi sudah pasrah berada di pelukanku, namun aku masih bersabar meskipun senjataku sudah membengkak dan mengeras. Aku ingin menguasaiseluruh perasannya dulu.
Sepulangnya dari bioskop, di dalam rangkulanku, "Kak, jangan langsung pulang, baru jam sembilan..," katanya kepadaku.
Aku lihat pergelangan tanganku, memang baru jam 9 malam, tapi aku masih ingat anak dan istriku yang pasti menungguku.
"Memangnya Santi mau kemana..?"
"Pokoknya malam ini, Santi mau menghabiskan waktu bersama Kakak."
Pucuk dicinta ulam tiba, Ini pasti ajakan, segera kukeluarkan HP dari sakuku, dan menghubungi istriku.
"Ma, malam ini Papa nggak pulang, ada teman Papa ngajak ke Bandung mau lihat mesin." kataku dalam HP-ku kepada istriku.
"Iya, hati-hati Pa..!" terdengar suara istriku di seberang sana.
"Kakak bohong yah sama Istri." terdengar suara Santi mengejekku.
"Habis, bagaimana mau terus terang..?"
"Kamu mungkin mau menerima Kakak meski sudah punya anak, tapi istriku mana bisa menerima Kamu..?"
"Tapi Kakak lebih Sayang mana..? Istri atau Santi..?"Aku diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat.
"Aku sebenarnya lebih Sayang Kamu, tapi realitanya Dia istriku yang harus Aku sayangi juga."
Santi mengangguk, mungkin merasa puas dengan jawabanku.
"Sudahlah, jangan dibicarakan lagi, yang penting kita nikmati malam ini bersama, ok..?"
Aku segera membelokkan mobilku memasuki sebuah hotel di pinggiran kota Jakarta. Aku lirik Santi untuk melihat ekspresi wajahnya, biasa saja malah sedikit senyum.
Di dalam kamar hotel yang sederhana, "Kakak, 'ingin' ya..?"
"Ingin apa..?"
"Nggak tau ah..!"
Aku mencubit hidungnya, kami bercanda penuh kemesraan. Tapi aku masih bertahan dengan nafsuku, aku hanya mengajaknya bercengkrama.
Tidak terasa 2 jam sudah kami berada di kamar hotel tanpa ada kejadian apa-apa.
Sampai akhirnya, "Kakak, tidak ingin bermesraan dengan Santi..?" katanya sambil memelukku.
Kulihat kali ini mimik wajahnya serius.
"Aku ingin sekali, Santi, Tapi Aku takut Kamu belum menerima Kakak."
"Lakukanlah Kak, Santi rela, dan benar-benar mengharapkan belaian Kakak."
Aku terharu mendengarnya, dan tanpa buang waktu lagi, kupeluk tubuhnya erat, Dua buah gunung kembarnya terasa mengganjal di dadaku menghantarkan aliran gairah yang bergejolak. Senjataku langsung mengeras dan membesar.
Dengan penuh perasaan, kuciumi seluruh wajahnya yang manis. Santi membalasnya dengan penuh gairah. Bibir kami saling melumat dan menghisap. Tanganku mulai beraksi meremas buah dadanya, mengusapnya lembut. Santi pun balas meremas senjataku. Sambil terus berciuman, satu persatu pakaian kami terlepas dan terhempas ke lantai. Kini kami hanya menyisakan celana dalam saja. Aku segera melepaskan penutup terakhir tubuh Santi, dan Santi pun tidak mau kalah melepas penutup terakhir tubuhku.
"Oh.., Gede sekali Kak, Santi takut..!"
"Memangnya punya mantan Kamu..?"
"Paling separohnya..!"
Meskipun diucapkan dengan nafas memburu dan wajah yang sedikit memerah menahan gairah, tapi dalam hatiku sempat berpikir bahwa senjata mantan Santi termasuk kecil. Tapi dalam kondisi begini aku tidak mau banyak berpikir, masa bodoh saja.
Dalam keadaan tanpa sehelai benang, kami terus saling memberikan rangsangan ke titik-titik gairah yang membakar. Kurebahkan tubuh sintal Santi ke ranjang, kupandangi tubuhnya yang indah. Buah dadanya yang mencuat menantang, dan kulitnya yang ditumbuhi bulu halus, apalagi bulu kemaluannya sangat rimbun berjejer rapih seperti barisan semut sampai ke pusarnya membuatnafsuku semakin memuncak. Segera lidahku mulai menelusuri lehernya yang jenjang, buah dadanya yang sangat montok kucium dengan lembut. Putingnya yang masih kecil dan agak merah kuhisap dan kujilat kadang kugigit pelan.
"Kak..! Terus.. Kak..!" Santi mulai meracau pertanda birahinya sudah naik.
Aku semakin semangat, seluruh lekuk tubuh Santi tidak ada yang lolos dari jilatan lidahku.
Melewati perutnya yang ramping, kusibakkan bulu kemaluannya yang lebat, dan lidahku mulai asyik menjilati klitorisnya, kadang menerobos lubang kemaluannya. Santi semakin mengerang nikmat, rambutku diremas kuat saat klitorisnya kuhisap lembut.
"Sudah Kak.., Santi tidak tahan..!"
Tetapi aku masih belum puas menikmati keindahan tubuh Santi. Lidahku semakin asyik bermain di liang senggama Santi. Kumasukkan satu jariku ke dalam kemaluan Santi, sementara lidahku terus menjilati klitorisnya. Jari-jariku berputar mencari titik g-spot. Tanganku yang lain asyik meremas buah dadanya dan memilin-milin putingnya sampai mencuat keras. Seluruh tubuh Santi meliuk-liuk menahan kenikmatan yang kuberikan.
Setengah jam aku bermain dalam pemanasan, hingga akhirnya tubuh Santi mengejang kaku dan berteriak panjang melepas orgasmenya yang pertama. Santi diam sejenak, mungkin menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja dialaminya. Tetapi tidak lama, Santi berdiri dan mendorong tubuhku hingga telentang di kasur.
"Kakak curang, Santi mau balas..!"
Dengan lincahnya Santi menelusuri tubuhku dengan lidahnya yang hangat. Sekarang aku yang mendesah tak karuan, apalagi dengan pandainya Santi menjilati puting dadaku. Dihisapnya pelan dan kadang digigit, sementara tangannya dengan lembut mengocok senjataku yang kian membengkak dan mengeras.
"Santi, Aku sudah tak tahan..!"
Tetapi sepertinya Santi tidak peduli, kini senjataku sudah berada di dalam mulutnya yang mungil, sementara jari-jarinya tetap mengelus-ngelus dadaku dan menjentik puting dadaku, membuat seluruh aliran darahku bergejolak menahan kenikmatan yang luar biasa. Tanganku dengan gemas meremas pinggul dan pantat Santi yang semlohai, buah dadanya juga terus kuelusdan kupilin putingnya, hingga nafsunya kembali bangkit dan langsung menduduki senjataku yang sudah basah oleh pelumas. Jari-jarinya membimbing senjataku memasuki kemaluannya. Berapa kali sudah senjataku meleset dan mengenai pantat Santi yang bahenol, dalam posisi begini memang agak sulit, apalagi punya Santi masih rapat, jari-jariku saja masih terjepit oleh dinding kemaluannya.
"Kakak di atas deh..!" akhirnya Santi menyerah.
Kubuka paha Santi lebar-lebar, bulu kemaluannya yang sangat lebat kusibakkan ke samping, dengan perlahan senjataku kugosok-gosokkan di klitorisnya. Santi yang tidak sabar langsung saja memegang senjataku dan mengarahkannya.
"Tekan Kak..!"
Aku segera memajukan pinggulku sedikit, "Blesshh..!"
"Achh.." Santi menjerit saat kepala senjataku terbenam.
"Kenapa Sayang..? Sakit..?" aku kuatir Santi kesakitan.
Santi hanya menggeleng dan semakin erat memelukku. Jepitan kemaluan Santi di senjataku sungguh luar biasa nikmatnya, benar-benar sesak membuat senjataku semakin membengkak dan mengeras.
Perlahan kumulai memompa, setengah senjataku masuk, kutarik kembali, begitu seterusnya. Sementara erangan dari mulut Santi semakin tidak jelas, dengus nafas kami berdua sudah seperti lokomotif tua menahan kenikmatan yang kian menyerang tubuh kami. Gerakanku semakin cepat dan tidak beraturann.
"Oh.., Kakk.. nik.. mat..! Santi mau keluar..!"
"Tahan Sayang..! Aku juga mau keluar.."
Akhirnya saat senjataku kusentakkan kuat hingga amblas sedalam-dalamnya, sekujur tubuh Santi bergetar hebat, kedua tangannya menahan pantatku agar menusuk semakin dalam, kedua kakinya yang mulus menjepit kuat puncakku.
"Aahh.. Kak.." Santi sudah orgasme lagi.
Senjataku terasa hangat akibat semburan dari dalam kemaluan Santi, sementara aku sendiri mencoba bertahan sekuat mungkin agar spermaku jangan sampai keluar dulu. Terjanganku semakin lambat, memberikan keleluasaan bagi Santi untuk menikmati sisa-sisa orgasmenya. Aku diamkan sejenak senjataku di dalam kemaluan Santi, menikmati denyutan-denyutan lembut di seluruh batangsenjataku.
"Kak.., Santi puas sekali, mungkin ini yang namanya multi orgasme." Santi mengerang lirih.
"Memang dulu Kamu tak sepuas ini..?"
"Entahlah, sepertinya lain, Kakak belum keluar ya..?"
"He.. eh..,"
"Kenapa..? Nggak enak, ya..?"
"Enggak, Aku hanya ingin memberikan kepuasan yang maksimal untuk Kamu..!"
"Tapi, Kakak kan belum..? Ayo dong..! Keluarin..!" Santi merengek manja.
"Kamu masih kuat..?" tanyaku.
"Hem..," Santi mengangguk mantap.
Senjataku yang masih on di dalam kemaluan Santi mulai kunaik-turunkan kembali, pelan tapi pasti, Santi mulai terbawa nafsu kembali. Luar biasa, padahal Santi sudah 2 kali orgasme, tapi dia masih ingin lagi, aku semakin semangat. Dan Santi pun dengan lincah menggoyang pinggulnya mengimbangi tusukan-tusukan senjataku.
Setengah jam sudah berlalu, peluh sudah membasahi seluruh tubuh kami, berbagai gaya sudah aku lakoni, dan Santi pintar sekali mengimbanginya. Apa lagi waktu doggy style, goyangan pantatnya sungguh nikmat sekali. Aku hampir tidak tahan. Aku segera membalikkan Santi ke posisi konvensional, saling berhadapan, sambil terus menusuk, aku menghisap kedua buah dada Santi yang montok. Putingnya yang sudah mencuat, kuhisap kuat-kuat. Santi mengerang hebat, dan dia membalas dengan mengusap pula puting dadaku. Ternyata disinilah kelemahanku. Rasa nikmat yang kuterima dari dua arah, dada dan senjataku, membuat seluruh sumsumku bergetar hebat.
"Sannti.., Aku mau keluar.. Sayang..!"
"Bareng, Kak..! Ayoo lebih cepat..!"
Dengan menguras seluruh kemampuanku, aku terus mempercepat tusukanku. Senjataku rasanya sudah menggembung menahan sperma yang akan muncrat. Gerakak pantatku sudah tidak beraturan lagi, hingga akhirnya, saat tusukanku semakin keras, dan puting dadaku dipilin keduanya oleh jari Santi, aku melepaskan puncak orgasmeku.
"Achh..! Aku keluar Sayang..!"
Muncratlah spermaku di dalam kemaluan Santi. Rasa hangat di dalam kemaluan Santi. Akhirnya bisamembuat orgasme Santi yang ketiga kalinya. Kuku-kukunya menancap keras di pundakku dan tubuhnya mengejang kaku.
"Achh..!" Santi menjerit keras seiring dengan gerakan pinggulku yang terakhir.
Yah.., kami orgasme bersamaann.
Santi merebahkan kepalanya di dadaku.
"Kak, mulai saat ini Santi tidak mau mengenal lelaki lain selain Kakak."
Aku hanya membelai rambutnya. Jam sudah menunjukan pukul 02:00 pagi. Kami tidur berpelukan sampai pagi.
Memang sejak saat itu hubungan kami bagai suami istri, kadang kalau kerinduan sudah memuncak, kami bermain di ruangan kerjaku. Gosip bertebaran tidak karuan. Kadang Santi stress memikirkannya, tapi rasa sayangnya kepadaku membuat dia bertahan dalam kecuekan. Aku pun jadi tambah sayang padanya, pengertiannya yang dalam akan diriku dan statusku, membuatku terpaku selingkuh hanya dengan Santi saja.
Tetapi sayang, sekarang dia sudah menikah, meskipun dia masih suka mengontakku, tapi waktunya sangat terbatas, meskipun dia mengaku tidak dapat mencapai kepuasan dengan suaminya dan tidak bahagia, tapi dia perlu status dan masa depan, dan aku tidak mau mengganggunya lagi. Setelah Santi, ada beberapa orang yang mengisi hari-hariku. Tetapi semua tidak ada yang sebaik dansepengertian Santi, meskipun aku dan Santi beda agama, suku, dan lain-lain, tapi kami bisa seiring sejalan.
No comments:
Post a Comment