Monday, 29 September 2008

Perlu Diketahui: Asal Usul Tradisi Bacang (Hari Peh Cun)

Menurut penanggalan Imlek, tanggal 19 Juni adalah hari Duan Wu, mungkin kalau di Indonesia lebih dikenal sebagai hari Peh Cun yang terkenal akan Bacang-nya. Menurut tradisi orang Tionghoa, Peh Cun termasuk salah satu dari tiga hari besar orang Tionghoa selain hari raya Imlek dan hari raya Tiong Jiu (kue bulan).

Walaupun perayaan ini sudah berlangsung, tidak ada salahnya kita mengenal lebih dekat tentang makna dan latar belakang hari besar budaya Tiongkok ini.

Duan 「端」adalah singkatan dari Kai Duan「開端」 yang bermakna awal Chu「初」, orang zaman dulu menyebut tanggal 1 sebagai Chu Yi 「初一」, maka tanggal 5 sebagai sinonimnya: Duan Wu 「端五」. Orang kuno juga biasa menyebut 5 / Wu seba gai siang hari Wu Ri 「午日」, maka dari itu bulan 5 tanggal 5 juga dinamakan Duan Wu 「端午」.

Mengenang Qu Yuan

Kebiasaan adat istiadat yang berkaitan dengan hari Duan Wu tidak sedikit, mengenai asal usulnya terdapat tidak hanya 1 dongeng saja, umumnya diperkirakan hari Duan Wu berawal dari peringatan Qu Yuan (baca: chu yuen) hingga tersebar luas. Konon pada masa Zhan Guo (Negara Saling Berperang, tahun 403 – 221 SM), Raja Chu Huai menolak prakarsa Qu Yuan untuk berkoalisi dengan Negara Qi dan berperang melawan Qin, namun diperdayai oleh Zhang Yi ke Negara Qin, ia dipaksa merelakan wilayah berikut kota-kotanya. Raja Qu Huai selain merasa dipermalukan juga terhina, menjadi risau hatinya dan tak lama terserang penyakit dan mangkat di Negara Qin.

Qu Yuan

Qu Yuan yang setia lagi-lagi mengusulkan secara tertulis kepada sang pengganti: Raja Qing Xiang, dengan harapan beliau bisa menjauhi para pejabat pengkhianat, akan tetapi Raja Qing Xiang selain tidak bisa menampung aspirasi tulus Qu Yuan, malah membuangnya. Negara Qin melihat peluang sudah matang dan dengan segara mengirimkan bala tentara, dalam waktu singkat maka Negara Qu telah kehilangan sebagian besar teritorialnya, rakyatnya dibantai. Qu Yuan yang masih setia, menyaksikan semuanya ini, hatinya bagaikan teriris, dalam kesedihan yang amat sangat maka pada tahun 278 SM, kalender Imlek tanggal 5 bulan 5, dia bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke Sungai Mi Luo.

Para nelayan mendengar berita tersebut menggunakan perahu berusaha meng entas jenazah Qu Yuan namun gagal, maka akhirnya mereka berbondong-bondong menceburkan makanan ke dalam sungai, dengan harapan agar para ikan, udang dan kepiting sesudah makan kenyang tidak sampai mengganggu jenazah Qu Yuan. Dongeng tersebut secara cerdik dan pas dikaitkan dengan tradisi makan kue Bacang, lomba perahu naga dan lain sebagainya dengan meloncatnya Qu Yuan ke dalam sungai.

Hari Raya Naga

Cendekiawan patriot terkenal, Tuan Wen Yiduo di dalam tesisnya “Kajian Duan Wu” berpendapat: Suku bangsa kuno Yue menjadikan naga sebagai totem mereka, kala itu karena orang-orang merasa terancam kekuatan alam, beranggapan suatu makhluk memiliki kekuatan alami supranatural, oleh karena itu menganggap makhluk-makhluk tersebut adalah leluhur dan dewa pelindung seluruh suku mereka, yang di zaman kini disebut se bagai “Totem Naga”.

Maka mereka menato makhluk berupa naga pada tubuhnya dan di atas peralatan sehari-harinya, agar memperoleh perlindungan dari Totem Naga, demi menunjukkan bahwasanya mereka berstatus “anak naga”, mengokohkan hak dilindungi bagi dirinya sendiri. Mereka tidak saja bertradisi memotong rambut dan menato tubuh, bahkan pada setiap tanggal 5 bulan 5 kalender Imlek, mengadakan sebuah persembahan besar Totem Naga. Di antaranya terdapat permainanyang mirip dengan perlombaan pada dewasa ini, itulah asal usul tradisi lomba naga ketika dimulai.

Namun lomba perahu naga bukan hanya adat istiadat orang Yue, tapi suku bangsa lainnya juga memiliki kebiasaan itu, di dalam penemuan benda-benda kuno zaman Zhan Guo dapat terlihat sedikit kecenderungan tersebut, waktu terselenggaranya lomba perahu naga juga sama.

Kebiasaan hari Duan Wu

Berdasarkan catatan sejarah, jauh pada zaman Qun Chiu (Tahun 722 – 481 S.M.), menggunakan daun untuk membungkus beras dijadikan berbentuk tanduk sapi juga ada yang menggunakan tabung bambu diisi beras ditutup rapat dan dipanggang sampai matang, disebut “Bacang Tabung”. Ini boleh dibilang adalah cikal bakal kue Bacang.

Pada bulan 5 (kalender Imlek), saat musim panas memakan kue pendingin tubuh terbuat dari beras, yang dibungkus dengan daun dan dimasak sampai matang, aroma wanginya terasa unik, sesudah menyantapnya bisa menetralisir panas-dalam dan menurunkan sifat api dalam tubuh, terasa nyaman bagi pencernaan, sungguh suatu makanan yang sesuai dengan musimnya. Pada saat itu, orang-orang berganti busana musim kemarau dan mengutamakan yang serba ringan dan sejuk. Dilihat dari tradisi berpakaian dan makananya, hari Duan Wu dianggap ada hubungan yang akrab dengan tibanya musim kemarau, tentu ada benarnya juga.• Semuanya informasi untuk anda.

No comments:

Post a Comment